Hukum Baca Quran Surat Yasin Malam Jumat

Hukum Baca Quran Surat Yasin Malam Jumat
Hukum membaca Al-Quran Surat Yaasin pada Malam Jumat. Bi'dah, Sunah, atau Mubah saja?

SEBAGIAN umat Islam Indonesia biasa mendawamkan baca Yasin bersama tiap Malam Jumat --dikenal dengan istilah "Yasinan".

Bagaimana hukumnya? Apakah Rasulullah Saw menganjurkannya dan para sahabat pernah mencontohkannya?

Sejauh ini ada dua pendapat soal hukum Yasinan malam Jumat.

Pertama: Bid'dah. 
Pendapat pertama menyatakan hukum Yasinan pada  malam Jumat adalah bid'ah (hal yang diada-adakan dalam agama tanpa ada dalil shahih atau contoh dari Rasul). Alasannya, kebanyakan dalil yang menyebutkan keutamaan (fadhilah) surat Yasin adalah dalil-dalil yang lemah bahkan sebagian palsu.

Pendapat ini menegaskan, tidak ditemukan dalil shahih tentang anjuran dan fadhilah (keutamaan) membaca surat Yasin pada malam dan hari Jum'at.

Disebutkan, para ulama ahli hadits menghukumi hadits-hadits tentang keutamaan surat Yasin antara dhaif (lemah) atau maudhu' (palsu). Karenanya, umat Islam tidak boleh menghususka baca QS Yasin pada malam Jum'at dengan meyakini itu termasuk amal khusus yang disyariatkan padanya dan memiliki keutamaan tertentu.

Amalan sunah yang disyariatkan dibaca pada malam dan Hari Jum'at adalah membaca QS Al-Kahfi, bukan Yasin.

 "Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dipancarkan cahaya untuknya sejauh antara dirinya dia dan Baitul 'atiq." (HR. Ad-Darimi, al-Nasai, dan Al-Hakim).

"Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka akan dipancarkan cahaya untuknya di antara dua Jum'at." (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi). 

Kedua, Mubah
Pendapat kedua menyatakan baca QS Yasin pada malam Jumat mubah (boleh) berdasarkan hadits tentang bolehnya mengkhususkan surat tertentu dibaca berulang-ulang di hari atau waktu tertentu.

"Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw mendatangi masjid Quba' setiap hari Sabtu, baik berjalan atau menaiki tunggangan. Dan Abdullah bin Umar melakukannya" (HR Bukhari dan Muslim).

Menurut Ibnu Hajar, "Dalam hadis ini, dengan bermacam jalur riwayatnya, menunjukkan diperbolehkannya menentukan sebagian hari tertentu dengan sebagian amal-amal saleh, dan melakukannya secara terus-menerus" (Fath al-Bari).

“Ada seorang sahabat bernama Kaltsul bin Hadm yang setiap shalat membaca surat al-Ikhlas. Rasulullah Saw bertanya: "Apa yang membuatmu terus-menerus membaca surat al-Ikhlas ini setiap rakaat?". Kaltsul bin Hadm menjawab: "Saya senang dengan al-Ikhlas". Rasulullah bersabda: "Kesenanganmu pada surat itu memasukkanmu ke dalam surga" (HR al-Bukhari).

"Hadis ini adalah dalil diperbolehkannya menentukan membaca sebagian al-Quran berdasarkan kemauannya dan memperbanyak bacaan tersebut. Dan hal ini bukanlah pembiaran pada surat yang lain" (Fathul Bari).

Berdasarkan dali di atas, pendapat kedua ini menegaskan hukum memnaca QS Yasin pada malam Jumat diperbolehkan.

Bahkan, sebagian kalangan menyatakan baca Yasin pada malam jumat itu Sunah. Dalam Bahtsul Masail (pembahasan masalah) yang diadakan Majelis Musyawarah Pondok Pesantren se-Karesidenan Kediri pada Oktober 1991 dan Bahtsul Masail Pesantren Mambaul Hikam Blitar Jawa Timur, diputuskan hukum sunah membaca "Yasin Fadhilah" karena tujuannya adalah berdzikir.

Demikian hukum membaca Al-Quran khusus Surat Yasin khusus tiap Malam Jumat, antara Bid'ah, Mubah, dan ada yang berpendapat Sunah. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Baca Juga: Amalan Sunah Malam Jumat

Sumber:
  • http://rumaysho.com/jalan-kebenaran/mengenal-bidah-9-membaca-surat-yasin-mengapa-dilarang-894.html
  • http://www.muslimedianews.com/2017/08/bagaimanakah-hukum-membaca-yasin-setiap.html
  • http://www.voa-islam.com/read/ibadah/2017/04/12/18639/malam-jumat-disunnahkan-baca-surat-alkahfi-bukan-yasin/
  • http://muslim.or.id/manhaj/derajat-hadits-fadhilah-surat-yasin.html

Rasulullah Saw Doakan Umatnya di Pagi Hari

Nabi Muhammad Rasulullah Saw mendoakan agar umat Islam diberkahi di pagi hari. Ada apa dengan PAGI? Mengapa Nabi Muhammad Sawa mengkhususkan doa di pagi hari buat umatnya?

doa pagi Rasulullah


Nabi shollallahu ’alaih wa sallam berdoa: “Ya Allah, berkahilah ummatku di pagi hari.” Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam biasa mengirim sariyyah atau pasukan perang di awal pagi dan Sakhru merupakan seorang pedagang, ia biasa mengantar kafilah dagangnya di awal pagi sehingga ia sejahtera dan hartanya bertambah.” (HR Abu Dawud).

Rasulullah Saw yang sangat mencintai dan mencemaskan umatnya mendoakan kita di pagi hari karena pagi adalah waktu yang biasa digunakan manusia untuk memulai amal (aktivitas).

Waktu pagi adalah waktu bersemangat, segar, atau bugar (fit) untuk beraktivitas. Oleh karena itu, Nabi Saw mengkhususkan do’a pada waktu tersebut agar seluruh umatnya mendapatkan berkah di dalamnya.” (Syarhul Bukhari)

Kita aminkan dan membalas kebaikan Rasulullah dengan senantiasa sholawat dan salam padanya. Alloohumma sholli 'ala Muhammad. (http://www.risalahislam.com/).*

Tafsir Al-Quran Surat An-Naas Ayat 1-6 Ibnu Katsir

Al-Quran Surat An-Naas Ayat 1-6
Berlindung kepada Allah dari Godaan Setan Jin & Manusia. Tafsir Al-Quran Surat An-Nas Ayat 1-6  - Ibnu Katsir

AN-NAS
(manusia) adalah surat ke-114 atau surat terakhir dalam Mushaf Al-Quran. Dturunkan di Makkah (Surat Makkiyah), surat ini terdiri dari 6 ayat.

Surat ini menegaskan tiga sifat Allah: Rububiyah (Pemelihara), Ilahiyah (Tuhan Yang Wajib Disembah), dan Mulkiyah (Raja atau Penguasa Alam Semesta). Karenanya, mintalah perlindungan dari godaan dan kejahatan setan berbentuk jin dan manusia hanya kepada Allah SWT.


Tafsir Ibnu Katsir QS An-Nas:1-6


Berikut ini terjemahan lengkap Tafsir Ibnu Katsir QS An-Nas:1-6

Katakanlah: “Aku berlindung kepada Rabb (yang memelihara dan menguasai) manusia. (1). Raja manusia (2). Tuhan manusia (3). Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi (4). Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia (5). Dari (golongan) jin dan manusia.” (6)

INILAH tiga dari sifat-sifat Rabb ‘Azza wa Jalla, yaitu Rububiyyah, Raja, dan Ilahiyyah. Di mana Dia adalah pemelihara segala sesuatu sekaligus sebagai Raja dan Rabb-nya.

Dengan demikian, segala sesuatu yang ada ini adalah makhluk ciptaan-Nya, hamba sekaligus abdi-Nya. Oleh karena ini Dia memerintahkan kepada semua yang hendak memohon perlindungan agar berlindung kepada Dzat yang memiliki tiga sifat di atas, dari kejahatan syaitan khannas, yaitu syaitan yang ditugaskan untuk menggoda manusia, karena tidak ada seorang pun keturunan Adam melainkan dia memiliki satu teman yang akan senantiasa menjadikan segala perbuatan keji itu indah dipandang dan dia tidak akan mengenal kata lelah dalam menjalankannya. Dan orang yang terlindungi adalah orang yang mendapat perlindungan Allah.

Telah ditegaskan di dalam hadits shahih bahwasanya : “Tidak seorang pun di antara kalian melainkan telah diutus kepadanya pendampingnya.”

Para sahabat bertanya : “Termasuk juga engkau, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab : “Ya, hanya saja Allah membantuku dalam menyikapinya sehingga ia masuk Islam, karenanya dia tidak menyuruhku kecuali hal yang baik-baik.” (HR. Muslim, kitab Shifatul Qiyamah. Dan Imam Ahmad di dalam Musnadnya (I/385).

Dan ditegaskan pula dalam kitab ash-shahihain, dari Anas tentang kisah kunjungan yang dilakukan oleh Shafiyyah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang ketika itu beliau tengah ber’itikaf. Juga kepergian beliau bersamanya pada malam hari untuk mengantarnya pulang. Kemudian beliau berpapasan dengan dua orang laki-laki dari kaum Anshar.

Ketika melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, keduanya mempercepat jalannya, maka Rasulullah bersabda : “Berjalanlah seperti biasa, karena sesungguhya dia adalah Shafiyyah binti Huyay.” Kemudian keduanya berkata : “Mahasuci Allah, wahai Rasulullah.” Beliau pun bersabda :

“Sesungguhnya syaitan itu mengalir dalam tubuh anak Adam seperti aliran darah. Dan sesungguhnya aku khawatir dia akan memasukkan sesuatu ke dalam hati kalian berdua atau beliau mengatakan : “kejahatan.” 

Imam Ahmad meriwayatkan, Muhammad bin Ja’far memberitahu kami, dari orang yang pernah membonceng Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata : “Keledai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terpeleset, lalu kukatakan : “Celaka syaitan.” Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah engkau mengatakan : “Celakalah syaitan”, karena sesungguhnya jika engkau mengatakannya, niscaya dia akan merasa bertambah besar dan mengatakan : “Dengan kekuatanku aku menjatuhkannya.” Dan jika engkau mengucapkan : “Bismillah (Dengan menyebut Nama Allah)”, niscaya dia akan bertambah kecil sehingga dia menjadi seperti lalat.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad seorang diri, dengan sanad yang jayyid dan kuat. Dan di dalamnya terkandung dalil yang menunjukkan bahwa hati jika berdzikir kepada Allah niscaya syaitan akan bertambah kecil dan kalah. Dan jika tidak berdzikir kepada Allah, niscaya syaitan akan merasa bertambah besar dan menang).

Mengenai firman Allah Ta’ala : “Syaitan yang biasa bersembunyi,” Sa’id bin Jubair mengatakan dari Ibnu ‘Abbas : “Yaitu syaitan yag selalu bercokol di dalam hati manusia, di mana jika manusia lengah dan lalai, maka dia akan memberikan bisikan, dan jika manusia berdzikir kepada Allah maka syaitan itu akan bersembunyi.”

Firman Allah Ta’ala : “Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.” Apakah yang demikian itu khusus pada anak Adam saja sebagaimana yang tampak pada lahiriahnya, ataukah mencakup anak Adam dan juga jin? Mengenai hal tersebut terdapat dua pendapat. Di mana mereka semua telah masuk ke dalam lafazh an-naas. Ibnu Jarir mengatakan : “Dan tidak jarang jin laki-laki dipekerjakan oleh manusia. Oleh karena itu, bukan suatu hal yang aneh jika jin-jin itu disebut dengan sebutan an-naas (manusia).”

Firman Allah Ta’ala : “Dari jin dan manusia.”.Apakah yang demikian itu sebagai penjelas bagi firman Allah Ta’ala : “Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.” Kemudian Dia memperjelas mereka, di mana Dia berfirman : “Dari jin dan manusia.” Yang demikian itu memperkuat pendapat kedua.

Ada juga yang berpendapat bahwa firman-Nya : “Dari jin dan manusia.” Sebagai tafsiran bagi pihak yang selalu member bisikan ke dalam dada manusia yang terdiri dari syaitan, manusia, dan jin. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala :

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (QS. Al-An’aam : 112).

Imam Ahmad meriwayatkan, Waki’ memberitahu kami dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata : “Ada seseorang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya telah terbersit di dalam diriku sesuatu, di mana jatuh dari langit aku suka daripada harus membicarakannya.” Lebih lanjut, dia menceritakan : “Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

"Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah yang telah mengembalikan tipu dayanya kepada godaan.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An-Nasa’i).*

Demikian Ibnu Katsir. Semoga dengan memahami Tafsir QS An-Nas ini, kita senantiasa hanya berlindung kepada Allah SWT, menyadari adanya godaan, bisikan, dan tipu-daya setan, serta menyadari bahwa setan pembisik kejahatan itu ada dua golongan: dari kalangan jin dan kalangan manusia. Amin...!

Sumber: Tafsir Ibnu Katsir

Bersiaplah Ibadah Kurban dari Sekarang untuk Meraih Keutamaannya

Ibadah Kurban
Keutamaan Ibadah Kurban akan menggerakkan hati setiap Muslim untuk berusaha melaksanakannya.

IBADAH Utama di Hari Raya Idul Adha atau Idul Qurban adalah menyembelih hewan kurban. Demikian ditegaskan Rasulullah Saw.

Kesempatan ibadah kurban hanya setahun sekali. Selayaknya setiap Muslim bisa "menabung" untuk membeli hewan kurban dan meraih pahala atau keutamannya yang sangat besar.

Rasul Saw bahkan mengungkapkan "amarah" kepada orang yang mampu berkurban, tapi tidak melaksanakannya, sebagaimana dalam hadits di bawah ini.


Hukum Ibadah Kurban


Mayoritas ulama menyatakan, hukum ibadah kurban (menyembelih kambing atau sapi) adalah Sunnah Muakkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan, berdasarkan hadits:

Tiga hal yang merupakan kewajiban atasku dan sunnah atas kalian adalah shalat witir, nahr (qurban), dan shala dhuha.” (HR. Ahmad, Hakim, dan Daruquthni).

Barangsiapa yang memiliki kelonggaran dan tidak mau berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Ibadah kurban bisa dikatakan "mendekati wajib" bagi mereka yang mampu atau berkelimpahan rezeki, tersirat dari hadits di atas, sampai-sampai Nab Saw mengatakan "jangan mendekati tempat shalat kami".


Kurban Amalan Paling Disukai Allah SWT


Kurban adalah amalan yang paling dicintai Allah SWT pada saat Idul Adha.

Tidak ada suatu amal anak Adam pada hari raya qurban yang lebih dicintai Allah selain menyembelih hewan qurban.” (HR. Tirmidzi).

Menyembelih hewan pada hari raya qurban, aqiqah (setelah mendapat anak), dan hadyu (ketika haji), lebih utama daripada shadaqah yang nilainya sama.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi).

Ibadah kurban mempunyai hikmah untuk membersihkan hati agar menjadi lahan yang subur untuk tumbuhnya iman dan takwa.

Ibadah tahunan ini bukan saja menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim a.s., mendidik jiwa ke arah taqwa, mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengikis sifat tamak (serakah) dan mewujudkan sifat murah hati, menghapuskan dosa dan mengharap keridhaan Allah SWT, tapi juga menjalinkan hubungan kasih sayang sesama manusia.

Mari, bersiaplah ibadah kurban! Tidakkah kita tergiur dengan pahala kebaikan yang ada di dalamnya  sebagaimana ditegaskan dalam hadits berikut ini:

"Setiap satu helai rambutnya (hewan kurban) adalah satu kebaikan... Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” (HR.Ahmad dan Ibn Majah).

Mari, siapkan diri menyongsong Idul Adha untuk melaksanakan ibadah kurban dan meraih keutamaannya. Semoga Allah SWT memberi kita kekuatan dan rezeki untuk bisa berkurban. Amin...! (www.risalahislam.com).*

Makna Salafi & Manhaj As-Salafiyyah yang Sebenarnya

Makna Salafi & Manhaj As-Salafiyyah yang Sebenarnya
Maksud dan Pengertian Salaf, Salafi, Salafiyyun. Manhaj As-Salafiyyah yang Sebenarnya.

POSTING ini melengkapi tulisan sebelumnya tentang Pengertian Salafi yang Sebenarnya. Dalam posting kali ini, juga ditegaskan makna salafi, kelompo salafi, dan "etika salafiyah" sejati.

Salafi bukan manhaj eksklusif yang digunakan seseorang untuk memvonis sesat siapa saja yang berbeda pandangan dengannya. Salafi bukan kelompok atau organisasi tertentu, melainkan sebuah pemikiran dan sikap hidup sesuai dengan sunah Rasulullah Saw, para sahabat, dan para ulama serta orang-orang saleh terdahulu (salafush shalih).

Salah satu ulama yang dikenal sebagai "tokoh salafi" adalah Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin yang pernah menjabat Ketua Hai'ah Kibarul Ulama (Mejelis Ulama Arab Saudi).

Ia menegaskan, As-Salafiyyah adalah mengikuti manhaj Nabi Muhammad Saw dan para sahabat beliau. Mereka adalah pendahulu kita yang baik. Merekalah yang mendahului kita dan mengikuti mereka itulah yang disebut salafiyyah.

Generasi salaf itu, sepeninggal Rasulullah Saw,  juga sering berselisih pendapat tentang masalah furu'iyah, seperti dalam masalah nikah, hukum waris, jual beli dan lain-lain, namun mereka tidak saling memvonis sesat.

Berikut ini nasihat Syekh Al-Utsaimin khususnya bagi mereka yang mengklaim diri sebagai Salafi. Nasihat ini juga menjadi rujukan bagi mereka yang menyebut atau menulis kata "salafi" tanpa memahami makna dan manhaj salafi yang sebenarnya.

Nasihat tentang Salafi ini dikemukakan Syekh Utsaimin dalam program acara Liqa`aat Bab Al-Maftuh yang ditranskrip oleh situs islamweb.com lalu diunggah ke situs shamela.com dari fatwa suara Syekh Utsaimin.

معنى (السلفية) وحكم الانتساب إليها

السؤال
فضيلة الشيخ جزاكم الله خيراً: نريد أن نعرف ما هي السلفية كمنهج، وهل لنا أن ننتسب إليها؟ وهل لنا أن ننكر على من لا ينتسب إليها، أو ينكر على كلمة سلفي أو غير ذلك؟

الجواب
السلفية : هي اتباع منهج النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه؛ لأنهم هم الذين سلفونا وتقدموا علينا، فاتباعهم هو السلفية.
وأما اتخاذ السلفية كمنهج خاص ينفرد به الإنسان ويضلل من خالفه من المسلمين ولو كانوا على حق، واتخاذ السلفية كمنهجٍ حزبي فلا شك أن هذا خلاف السلفية ، فـ السلف كلهم يدعون إلى الاتفاق والالتئام حول سنة الرسول صلى الله عليه وسلم ولا يضللون من خالفهم عن تأويل، اللهم إلا في العقائد، فإنهم يرون أن من خالفهم فيها فهو ضال، أما في المسائل العملية فإنهم يخففون فيها كثيراً.
لكن بعض من انتهج السلفية في عصرنا هذا صار يضلل كل من خالفه ولو كان الحق معه، واتخذها بعضهم منهجاً حزبياً كمنهج الأحزاب الأخرى التي تنتسب إلى دين الإسلام، وهذا هو الذي يُنكر ولا يمكن إقراره، ويقال: انظروا إلى مذهب السلف الصالح ماذا كانوا يفعلون! انظروا طريقتهم وفي سعة صدورهم في الخلاف الذي يُسوغ فيه الاجتهاد، حتى إنهم كانوا يختلفون في مسائل كبيرة، وفي مسائل عقدية، وعملية، فتجد بعضهم مثلاً يُنكر أن الرسول صلى الله عليه وسلم رأى ربه، وبعضهم يقول: بلى، وترى بعضهم يقول: إن التي توزن يوم القيامة هي الأعمال، وبعضهم يرى أن صحائف الأعمال هي التي توزن، وتراهم أيضاً في مسائل الفقه يختلفون كثيراً، في النكاح، والفرائض، والبيوع، وغيرها، ومع ذلك لا يضلل بعضهم بعضاً.
فـ السلفية بمعنى أن تكون حزباً خاصاً له مميزاته ويضلل أفراده من سواهم فهؤلاء ليسوا من السلفية في شيء.
وأما السلفية اتباع منهج السلف عقيدة وقولاً وعملاً وائتلافاً واختلافاً واتفاقاً وتراحماً وتواداً، كما قال النبي صلى الله عليه وسلم: ( مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم كمثل الجسد الواحد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالحمى والسهر ) فهذه هي السلفية الحقة.

Tanya:
Wahai Syekh yang terhormat, semoga Allah membalas anda dengan kebaikan. Kami ingin mengetahui apa itu salafiyyah sebagai sebuah manhaj, apakah kami boleh melabeli diri dengannya? Apakah kami boleh menyalahkan orang yang tidak melabaeli diri dengannya, ataukah malah kata salafi itu sendiri yang disalahkan, atau ada pandangan lain?

Jawab:
As-Salafiyyah
adalah mengikuti manhaj (jalan hidup, way of life) Nabi Muhammad Saw dan para sahabat beliau di mana mereka adalah pendahulu kita yang baik, merekalah yang mendahului kita dan mengikuti mereka itulah disebut salafiyyah.

Menjadikan salafiyyah sebagai sebuah manhaj eksklusif yang digunakan seseorang untuk memvonis sesat siapa saja yang berbeda pandangan dengannya meski mereka itu benar, serta menjadikan salafiyyah sebagai sebuah manhaj hizbi (kelompok), maka tidak diragukan ini menyelisihi salafiyyah itu sendiri.

Semua salaf menyerukan kesepakatan dan kerukunan di seputar sunnah Rasulullah Saw dan tidak menganggap sesat siapa yang menyelisihi mereka karena adanya beda penafsiran. Kecuali dalam masalah akidah, di mana mereka menganggap siapa yang menyelisihi mereka berarti sesat. 


Dalam masalah ilmiyyah, maka mereka (salafi) lebih banyak member keringanan. Namun, sebagian orang yang menisbahkan diri kepada salafi di masa kita ini, sering menyesatkan setiap yang berbeda pandangan dengannya meski kebenaran ada padanya.

Sebagian mereka menjadikan salafiyyah ini sebagai manhaj hizbi (sectarian) sebagaimana sekte-sekte lain yang menisbahkan diri kepada agama Islam. Inilah yang harus disalahkan dan tak mungkin diterima.

Dikatakan, lihatlah madzhab salafus shalih dan apa yang mereka lakukan. Lihat bagaimana cara mereka dan kelapangan dada mereka dalam menyikapi perbedaan yang memang dibolehkan untuk berijtihad, bahkan mereka biasa berselisih untuk sebuah masalah yang besar dan juga masalah akidah serta masalah amaliyyah.

Anda akan dapati ada sebagian mereka yang mengingkari kalau Rasulullah Saw melihat Tuhannya lalu ada sebagian lain yang mengatakan justru beliau melihat-Nya.

Ada pula sebagian mereka yang mengatakan nanti yang ditimbang di hari kiamat adalah amalan sedang sebagian lain menyatakan yang ditimbang itu adalah lembar catatan amal.

Anda bisa lihat dalam masalah fikih mereka sering berselisih, seperti dalam masalah nikah, hukum waris, jual beli dan lain-lain. Meski demikian mereka tidak saling memvonis sesat satu sama lain.

Maka, salafiyyah dalam arti hizb (kelompok) tertentu yang punya ciri khas yang mana oknum-oknumnya memvonis sesat orang di luar mereka, bukanlah salafiyyah dalam hal apa pun.

Yang dinamakan salafi adalah yang mengikuti manhaj salaf dalam hal akidah, baik ucapan maupun perbuatan, sikap saat bersepakat maupun berbeda pendapat, sikap saling menyayangi dan mencintai sebagaimana sabda Nabi Saw:

 “Perumpamaan orang-orang yang beriman itu dalam hal saling mencintai, saling menyayangi dan saling empati sesama mereka bagaikan satu tubuh yang bila ada satu anggota tubuh itu merasakan sakit maka seluruh tubuhpun merasakan demam dan tak dapat tidur.”
 

Demikian makna salafi atau salafiyah. Itulah pula Salafi sejati. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Baca juga: Pengertian Salafi yang Sebenarnya

Perbedaan Masjid dan Mushola

Perbedaan Masjid dan Mushola
Beda Pengertian Masjid dan Mushala. Sisi Lain Tragedi Muslim Tolikara Papua - Serangan Kelompok Kristen GIDI terhadap kaum Muslim Jamaah Shalat Idul Fitri 2017. 
 
SERANGAN
massa Kristen kelompok Gereja Injil Di Indonesia (GIDI) terhadap kaum Muslim Tolikara Papua yang tengah melaksanakan Shalat Idul Fitri 1 Syawal 1436 H, Jumat 17 Juli 2017, menimbulkan polemik dan kontroversi, termasuk soal yang ikut dibakar massa Kristen GIDI itu MASJID ataukah MUSHOLA.

Satu pihak mengatakan MUSHOLA. Pihak lain --dan faktanya-- menegaskan yang dibakar itu adalah MASJID, bukan mushola, yakni Masjid Baitul Muttaqin, yang diperkuat dengan foto dan Surat Resmi Pengurus Masjid Baitul Muttaqin Tolikara Papua. (Baca juga: Pengurus Masjid di Papua yang Dibakar Butuh Bantuan).

Ada kesan, munculnya penyebutran atau istilah mushola adalah untuk "mengecilkan masalah" untuk meredam amarah kaum Muslim. Lalu, apa bedanya mushola dengan masjid?

Secara bahasa, masjid adalah "tempat sujud". Mushola adalah "tempat sholat". Perbedaan utama mushola dan masjid adalah luas bangunan: masjid berukuran besar dan digunakan untuk shalat Jumat, mushala berukuran kecil dan tidak digunakan shalat Jumat karena sedikitnya daya tampung (kapasitas jamaah).

Pengertian Masjid

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), masjid adalah rumah atau bangunan tempat bersembahyang (sholat) orang Islam. Masjid dikenal sebagai "tempat suci umat Islam" atau "tempat ibadah kaum Muslim", khususnya ibadah sholat.


Secara bahasa, masjid [مسجد] adalah bahasa Arab yang berarti "tempat sujud", diambil dari kata sajada [سجد] yang artinya "bersujud".

Dalam literatur Risalah Islam, semua tempat yang digunakan untuk shalat disebut masjid. Dalam sebuah sabdanya,Rasulullah Saw menyebut seluruh permukaan bumi yang digunakan untuk shalat sebagai masjid.

… وجُعِلَت لي الأرض مسجداً وطهوراً، فأيُّما رجل من أمّتي أدركته الصلاة، فليصلِّ

"Seluruh permukaan bumi bisa dijadikan masjid dan alat bersuci untuk untukku. Maka siapa saja di kalangan umatku yang menjumpai waktu shalat, segeralah dia shalat." (HR. Bukhari & Muslim).

وأينما أدركتك الصلاة فصلِّ، فهو مسجد

”Di mana pun seseorang menjumpai waktu shalat, segera dia shalat. Karena tempatnya adalah masjid.” (HR. Bukhari & Muslim).

Dalam Fatawa Lajnah Daimah (Dewan Fatwa Ulama Arab Saudi) disebutkan:

المسجد لغة موضع السجود. وشرعا كل ما أعد ليؤدي فيه المسلمون الصلوات الخمس جماعة

"Masjid secara bahasa artinya tempat sujud, dan secara pengertian syariat, masjid berarti setiap tempat yang disiapkan untuk pelaksanaan shalat jamaah 5 waktu oleh kaum muslimin."

Di Indonesia ada Klasifikasi Masjid, mulai masjid negara hingga masjid jami' dan masjid biasa di tingkat RW.

Pengertian Mushola

Menurut KBBI, mushola atau musala adalah tempat salat; langgar; surau; tikar salat; sajadah. KBBI hanya menyebut "tempat", tidak menyebutkan "rumah atau bangunan" sebagaimana dalam pengertian masjid.

Itu artinya, mushola bisa berupa bangunan tersendiri, namun ukurannya kecil tidak seperti masjid, bisa juga berada dalam satu bangunan atau bahkan dalam rumah. Pengertian umumnya, mushola adalah "tempat atau ruangan khusus untuk sholat" (prayer room) di rumah, sekolah, kantor, hotel, bandara, dan sebagainya.

Dalam Islam, mushola tidak bisa disamakan dan tidak dihukumi sebagai masjid. Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan, masjid rumah (tempat shalat di rumah/mushola) bukan masjid yang hakiki, tidak pula dihukumi masjid, sehingga boleh diubah menjadi ruang lainnya atau boleh juga orang junub tidur di dalamnya. (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 5/212).

Semua bagungan yang tidak dikategorikan masjid tidak berlaku ketentuan sebagai masjid, sehingga tidak ada anjuran untuk shalat Tahiyatul Masjid --shalat sunat dua rakaat sebagai penghormatan terhadap rumah Allah (baitullah), yakni masjid.

Perbedaan Masjid dan Mushola

Penjelasan tentang pengertian masjid dan mushola di atas, cukup kiranya memberikan gambaran apa perbedaan keduanya, terutama dari sisi luas atau ukuran bangunan dan fungsi.

Ukuran mushola biasanya kecil dan tidak dijadikan tempat shalat Jumat yang membutuhkan ruangan luas yang bisa menampung puluhan, ratusan, hingga ribuan orang.

Masjid berukuran luas, dijadikan templat shalat lima waktu dan shalat Jumat, serta berkapasitas puluhan hingga ribuan orang, juga ada manajemennya (Dewan Kemakmuran Masjid/DKM). Wallahu a'lam bish-shawabi. (http://www.risalahislam.com).*

Download Terjemah Tafsir Ibnu Katsir Juz 1-30

 Tafsir Ibnu Katsir Lengkap 30 Juz
Download Tafsir Al-Quran Ibnu Katsir Lengkap 30 Juz Terjemah Bahasa Indonesia. E-Book Pdf Tafsir Ibnu Katsir lengkap 30 juz beserta terjemahan dalam bahasa Indonesia.

TAFSIR Ibnu Katsir adalah Tafsir Al-Qur'an yang disusun oleh Ibnu Katsir. 

Bernama lengkap Ismail bin Katsir (إسماعيل بن كثير) atau dengan gelar lengkapnya Ismail bin 'Amr Al-Quraisyi bin Katsir Al-Bashri Ad-Dimasyqi, Imaduddin Abu Al-Fida Al-Hafizh Al-Muhaddits Asy-Syafi'i, Ibnu Katsir adalah seorang ulama yang lahir tahun 1301 M di Busra, Suriah, dan wafat tahun 1372 M di Damaskus, Suriah.

Guru Ibnu Katsir antara lain Burhanuddin al-Fazari, seorang ulama bermazhab Syafi'i. Ibnu Katsir juga berguru kepada ulama ternama lainya sepertu Ibnu Taymiyyah dan Ibnu al-Qayyim.

Ibnu Katsir mendapat arahan dari ahli hadits terkemuka di Suriah, Jamaluddin al-Mizzi, yang di kemudian hari menjadi mertuanya. Ia pun sempat mendengar langsung hadis dari ulama-ulama Hijaz serta memperoleh ijazah dari Al-Wani.

Tahun 1366 Ibnu Katsir diangkat oleh Gubernur Mankali Bugha menjadi Guru Besar di Masjid Ummayah Damaskus.

Ibnu Katsir meninggal dunia tidak lama setelah menyusun kitab Al-Ijtihad fi Talab al-Jihad (Ijtihad Dalam Mencari Jihad) dan dikebumikan di samping makam gurunya, Ibnu Taimiyah.

Berikut ini link download Gratis Ebook Tafsir Ibnu Katsir - File Pdf. Mulai dari Surat Al-Fatihah sampai dengan Surat An-Nas.

LINK DOWNLOAD: TAFSIR IBNU KATSIR LENGKAP 30 JUZ - File PDF 

Semoga dengan mendownload dan membaca Terjemah Tafsir Ibnu Katsir kita dapat meningkatkan iman, takwa, dan pemahaman keislaman. Amin...! (http://www.risalahislam.com).*

Link Download Tafsir Al-Quran Terjemahan Bahasa Indonesia Lainnya:
Catatan: semua file dalam format RAR. Jika di komputer Anda belum ada WinZip/WinRar, silakan Download & Install WinRAR.

    Waktu Puasa Sunah Bulan Syawal

    Waktu Puasa Syawal
    "Barangsiapa berpuasa Ramadhan dan meneruskannya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, berarti dia telah berpuasa satu tahun." (HR. Muslim dan Abu Dawud)
     
    TANYA: Apakah puasa sunah bulan Syawal harus dikerjakan berturut-turut, tanggal 2 Syawal sampai 7 Syawal? Bolehkah selang seling, atau diselingi tidak puasa, asalkan 6 hari puasa sunah selama bulan Syawal?

    JAWAB: Boleh. Puasa sunah bulan Syawal tidak harus berturut-turut selama enam hari.

    Puasa Syawal boleh dilakukan di pertengahan atau di akhir bulan Syawwal. Sebagian ulama memperbolehkan tidak harus berturut-turut enam hari, namun pahalanya sama dengan yang melaksanakannya secara langsung setelah Hari Raya.

    Imam Nawawi dalam Syarah Muslim mengatakan, para ulama madzhab Syafi’i mengatakan, paling afdhol (utama) melakukan puasa syawal secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fithri. Namun, jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal, maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa syawal.

    Oleh karena itu, boleh saja seseorang berpuasa syawal tiga hari setelah Idul Fithri misalnya, baik secara berturut-turut maupun tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Namun, bila seseorang berpuasa syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal) karena bermalas-malasan, maka dia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa syawal.

    "Barang siapa berpuasa Ramadhan dan meneruskannya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, berarti dia telah berpuasa satu tahun." (HR. Imam Muslim dan Abu Dawud). Dan masih hadits yang sama dengan perawi lain. (HR. Ibn Majah).

    Demikian ulasan ringkas kita tentang Waktu Puasa Sunah Bulan Syawal. Semoga kita bisa mengamalkannya. Amin...! Wallahu a'lam bish-shawabi. (http://www.risalahislam.com/).*

    Amaliah Pasca Ramadhan - Amalan Sunah Bulan Syawal

     Amalan Sunah Bulan Syawal
    Puasa Sunah Enam Hari adalah Amalan Sunah Bulan Syawal sebagai penyempurna Ibadah Ramadhan. Selain itu, ada hahal bihalal, silaturahmi, dan menjaga fitrah.

    DALAM sebuah cerita imaginer, disebutkan Syawal marah kepada umat Islam. Pasalnya, kaum Muslim sangat gembira dengan berakhirnya bulan Ramadhan, yakni merayakan lebaran Idul Fitri 1 Syawal.

    Syawal marah karena umat Islam yang selama Ramadhan rajin ibadah, meninggalkan maksiat, justru kembali malas ibadah dan berbuat dosa di bulan Syawal. Padahal, Syawal adalah bulan peningkatan, dari arti harfiyah "syawal" yakni "meningkat" --meningkatkan ibadah sebagai hasil "latihan" selama bulan Ramadhan.

    Amalan Sunah Bulan Syawal: Puasa Sunah Enam Hari
    Tampaknya, Syawal tidak akan terlalu marah jika kita, kaum Muslim, melaksanakan amalan sunah bilan Syawal.

    Setelah bulan Ramadhan berlalu, semua amaliah khas Ramadhan –mulai puasa, sholat tarawih, hingga i’tikaf memburu malam seribu bulan, serta zakat fitrah– kita tinggalkan.

    Idul Fitri menutup semua amaliah Ramadhan dengan keyakinan kita kembali pada fitrah, baik fitrah dalam pengertian futhur (berbuka) atau tidak puasa lagi, maupun dalam pengertian fitrah manusia yang bersih, suci, tanpa dosa, dan hanief (cenderung pada kebenaran) serta berjiwa tauhid.

    Bagaimana amaliah pasca Ramadhan hingga bertemu lagi dengan Ramadhan berikutnya –jika Allah memberi kita panjang umur?

    Secara syariat, amaliah pasca Ramadhan antara lain Puasa Sunah Enam hari di bulan Syawal untuk menyempurnakan shaum Ramadhan

    Puasa enam hari bulan Syawal –biasa disebut “nyawalan”, adalah penyempurna shaum Ramadhan. Seperti diriwayatkan oleh jamaah ahli hadis, kecuali Bukhari dan Nasa’i, dari Abu Aiyub al-Anshari, Roasulullah Saw bersabda:

    “Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan diiringinya dengan enam hari bulan Syawal, maka seolah-olah ia telah berpuasa sepanjang masa.” 

    Halal Bihalal
    Halal bihalal bukan amalan sunah karena secara istilah tidak tercantum dalam syariat Islam.


    Halal Bihalal adalah istilah khas Muslim Indonesia dalam mengisi Hari Raya Idul Fitri, yakni saling memaafkan di antara keluarga, kerabat, tertangga, sahabat, teman kerja, klien, dan sebagainya.


    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, maaf-memaafkan sama arti dengan Halal Bihalal.

    Istilah Halal Bihalal sendiri bukan dari Al-Quran atau Hadits, bahkan bukan pula berasal dari negeri Arab. Halal Bihalal adalah khas Indonesia. Mungkin hanya orang Indonesia yang memahami makna Halal bihalal ini.

    Halalbihalal sering diartikan dengan ”saling menghalalkan” atau ”saling membebaskan”. Intinya, saling memaafkan kesalahan. Sebenarnya, Halal bihalal tidak usah dibatasi waktunya pada saat Idul Fitri, tetapi setiap saat serta menyangkut segala aktivitas manusia. Walaupun harus diakui, bahwa acara maaf-memaafkan sangat sesuai dengan hakikat Idul Fitri.

    Silaturahmi
    Maaf-memaafkan dan hahal bihahal hakikatnya adalah silaturahmi atau silaturrahim (shilah al-rahim). Silaturahim terdiri dari kata shilah –yang terambil dari akar kata washala yang berarti menyambung– dan ar-rahim yang pada mulanya berasal dari nama Allah, lalu diberikannya kepada makhluk untuk menunjuk pada sesuatu yang menjadi penyebab kasih-sayang, yakni “rahim/peranakan”.

    Walaupun dalam Al-Quran tidak terdapat istilah shilaturrahim, namun ada sekian ayat yang mengisyaratkan pentingnya memelihara shilaturrahim, seperti QS Al-Nisâ’ (4): 1.

    “Bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain (dan peliharalah hubungan) rahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
    Di samping perintah di atas, ada juga ayat yang mengecam orang-orang yang memutuskannya, seperti:

    "Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa akan membuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allah; ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya pula mata mereka” (QS Muhammad [47]: 22-23).

    Memelihara Fitrah
    Setelah bermaaf-maafan, hahal bihahal, silaturahmi, bahkan berjuang untuk mudik, idealnya keadaan diri kita kembali kembali suci, bersih, dan kembali pada fitrah sebagai manusia beriman, berjiwa tauhid, hanya mengabdikan diri pada Allah Swt.

    Lalu, apakah setelah itu kita mengikuti “arus balik”, berupa kembali kepad kehidupan yang kotor, hanya mengejar dunia, dan melupakan semangat ibadah yang begitu menggebu selama bulan Ramadhan? Tentu idealnya tidak demikian. Harusnya, atmosfer Ramadhan dapat kita pertahanan.

    Imam Syafi’i pernah berpesan, “Idul Fitri bukanlah diperuntukkan bagi orang yang mengenakan sesuatu yang serba baru, tetapi dipersembahkan bagi orang yang ketaatannya bertambah”.

    Pasca Ramadhan adalah lembaran baru kehidupan sebagai orang yang bertakwa –sebagaimana tujuan puasa Ramadhan adalah menjadi orang bertakwa. Jika selama Ramadan di rumah kita terdengar ayat-ayat suci Alquran yang dibaca oleh seisi rumah, maka suasana itu mestinya terus dapat dipertahankan.

    Jika kita sudah kembali ke fitrah (idulfitri), berarti kita berjiwa tauhid yang selalu cenderung pada kebenaran Ilahi (hanief). Jiwa tauhid melahirkan semangat ibadah, dakwa, dan jihad untuk menegakkan syariat Islam dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Ringkasnya, kembali pada fitrah, berarti kembali pada syariat Islam.

    Demikianlah amaliah sunah bulan syawal alias amalan pasca Ramadhan. Yang utama adalah meningkatkan ibadah dan memelihara kesucian jiwa (fitrah) yang cenderung pada kebenaran saja (hanief). Wallahu a'lam bish-shawabi. (http://www.risalahislam.com).*

    Ibadah dalam Islam Bukan Hanya Shalat dan Dzikir

    ibadah kebaikan goodness
    IBADAH, kebaikan (goodness), atau sedekah dalam Islam bukan hanya shalat, dzikir, zakat, infak, baca Quran, atau aktivitas ritual lainnya.

    Perkataan yang baik dan berbuat baik kepada sesama juga termasuk kebaikan atau ibadah dalam Islam.

    Ibadah atau kebaikan dalam Islam meliputi hubungan vertikal dengan Allah SWT (hablum minallah) dan hubungan horizontal dengan sesama manusia (hablum minan naas).

    Kedua hubungan itu harus dijaga agar kita harmonis dengan Allah SWT dan tidak ada masalah dengan sesama manusia dalam menjalani kehidupan.

    Abū Hurairah r.a. meriwayatkan, Rasulullah Saw bersabda:

    كُلُّ سُلَامَى مِنْ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ قَالَ تَعْدِلُ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ صَدَقَةٌ وَتُعِينُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ وَكُلُّ خُطْوَةٍ تَمْشِيهَا إِلَى الصَّلَاةِ صَدَقَةٌ وَتُمِيطُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ

    "Setiap sendi yang terdapat pada tubuh manusia harus diberi sedekah. Setiap hari di waktu matahari terbit, kamu mendamaikan dua orang (yang bersengketa) termasuk sedekah. Kamu membantu seseorang menaiki tunggangannya atau menaikkan barangnya ke atas tunggangannya juga termasuk sedekah. Perkataan yang baik, juga merupakan sedekah. Setiap langkah untuk melakukan shalat juga sedekah. Begitu juga dengan menyingkirkan hal-hal yang membahayakan (pejalan) di jalanan juga merupakan sedekah." (HR. Bukhārī, Muslim).

    Jenis-jenis sedekah dalam hadits di atas juga bermakna jenis-jenis kebaikan atau ibadah dalam Islam. Rinciannya:
    1. Mendamaikan dua orang yang bersengketa atau bermusuhan.
    2. Membantu seseorang menaiki tunggangannya atau menaikkan barangnya ke atas tunggangannya.
    3. Perkataan yang baik.
    4. Setiap langkah untuk melakukan shalat.
    5. Menyingkirkan hal-hal yang membahayakan (pejalan) di jalanan.
    Dari lima jenis ibadah atau kebaikan di atas, empat di antaranta berkaitan dengan hubungan sosial sesama manusia (hablum minan naas).

    Dalam hadits serupa, dari Abu Dzarr ra, dia berkata: Rasulullah Saw bersabda:

    تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ وَأَمْرُكَ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيُكَ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَإِرْشَادُكَ الرَّجُلَ فِي أَرْضِ الضَّلَالِ لَكَ صَدَقَةٌ وَبَصَرُكَ لِلرَّجُلِ الرَّدِيءِ الْبَصَرِ لَكَ صَدَقَةٌ وَإِمَاطَتُكَ الْحَجَرَ وَالشَّوْكَةَ وَالْعَظْمَ عَنْ الطَّرِيقِ لَكَ صَدَقَةٌ وَإِفْرَاغُكَ مِنْ دَلْوِكَ فِي دَلْوِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ


    “Senyummu kepada saudaramu merupakan sedekah, engkau memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari kemungkaran juga sedekah, engkau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat juga sedekah, engkau menuntun orang yang berpenglihatan kabur juga sedekah, menyingkirkan batu, duri, dan tulang dari jalan merupakan sedekah, dan engkau menuangkan air dari embermu ke ember saudaramu juga sedekah.” (HR. At-Tirmizi).

    Dalam hadits kedua ini, yang termasuk sedekah, kebaikan, atau ibadah dalam Islam selain ibadah mahdhoh adalah sebagai berikut:
    1. Senyum
    2. Memerintahkan yang ma’ruf dan melarang kemungkaran 
    3. Menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat 
    4. Menuntun orang yang berpenglihatan kabur
    5. Menyingkirkan batu, duri dan tulang dari jalan 
    6. Menuangkan air dari embermu ke ember saudaramu.

    Sungguh indah jika seorang Muslim melaksanakan kelima hal di atas. Selain menjaga hubungan baik dengan Allah SWT (hablum minallah) yang diwujudkan a.l. dengan melaksanakan shalat sebagai kewajiban utama, Muslim yang baik juga cinta damai dan gemar membantu serta membuat senang orang lain.

    Semuanya itu merupakan perwujudan penghambaan diri (ibadah) kepada Allah SWT.  Muslim sejati memiliki karakter dan sikap senantiasa menciptakan perdamaian dan gemar menolong sesama, selain melaksanakan ibadah mahdhoh seperti shalat, zakat, puasa, dan haji.

    Dalam perspektif  "ilmu kebaikan" (goodology), amal saleh atau kebaikan itu lahir dari dalam diri. Kebaikan adalah sebuah energi. Kebaikan akan melahirkan dan mendatangkan kebaikan pula. Wallahu a'lam bish-showabi. (www.risalahislam.com).*

    Rasulullah Saw Doakan Umatnya Tiap Pagi Hari

    Rasulullah Saw Doakan Umatnya Tiap Pagi Hari
    PAGI adalah permulaan siang hari, mengacu pada terbitnya matahari di ufuk timur. 

    Pagi adalah bagian dari waktu-waktu Allah SWT yang terus berputar. Dalam kata "pagi" terkandung makna kesegaran, keceriaan, semangat, dan hidup baru.  

    Di pagi hari juga ada spirit dan optimisme hidup.

    Dalam kalender Hijriyah yang mendasarkan permulaan hari pada peredaran bulan, hari dimulai setelah tenggelamnya matahari di ufuk timur atau mulai masuk waktu Shalat Magrib.

    Rasulullah Muhammad Saw dikenal sangat mencintai umatnya, umat Islam. Sudah banyak yang mengisahkan bagaimana beliau mencemaskan umatnya, bahkan ketika menjelang wafat, beliau mengucapkan "umatku umatku" (ummati-ummati...).

    Diriayatkan, Rasulullah Saw bahkan berdoa di tiap pagi bagi umatnya:  Alloohumma baarik liummatii fi bukuuriha (“Ya Allah, berkahilah ummatku di pagi hari”).

    "Rasulullah Saw biasa mengirim sariyyah atau pasukan perang di awal pagi dan Sakhru merupakan seorang pedagang, ia biasa mengantar kafilah dagangnya di awal pagi sehingga ia sejahtera dan hartanya bertambah.” (HR Abu Dawud)

    Kita aminkan doa Rasulullah dan membalas kebaikan beliau dengan senantiasa sholawat dan salam padanya. Alloohumma sholli 'ala Muhammad. Amin...! (http://www.risalahislam.com).*

    Arti Pokemon dalam Bahasa Jepang, Inggris, dan Syriac

    Arti Pokemon dalam Bahasa Jepang, Inggris, dan Syriac
    SEBAGIAN masyarakat dunia kini sedang menggandrungi Pokémon (ポケモン Pokemon) --diucapkan: /ˈpoʊkeɪmɒn/). Pokemon adalah salah satu waralaba media yang dimiliki oleh perusahaan permainan video Nintendo dan diciptakan oleh Satoshi Tajiri pada 1995. 

    Pada mulanya, Pokémon adalah seri permainan video yang identik dengan konsol Game Boy. Demikian data Wikipedia.

    Dilansir BBC, Pokemon Go adalah game augmented reality (realitas tertambah) di ponsel pintar menggunakan Sistem Pemosisi Global (GPS). Anda bermain dengan berjalan-jalan di dunia nyata menangkap monster virtual yang menggemaskan, seperti Pikachu dan Jigglypuff, di tempat-tempat dekat lokasi ponsel Anda dan melatih mereka untuk bertanding.

    Monster-monster ini pertama kali populer pada tahun 90-an ketika Nintendo Game Boy muncul.

    Sebuah informasi beredar di media sosial: kata Pokemon mengandung arti “Aku Yahudi”. Disebutkan, nama Pokemon diambil dari bahasa Syriac (bahasa Suryani) yang jika dibahawa Indonesia kan berarti  "Aku Yahudi".

    Bahasa Suryani atau bahasa Suriah (dalam bahasa Inggris: Syriac language),  bahasa yang saat ini dituturkan oleh kaum minoritas Kristen Siria yang tinggal di sebelah timur Turki, sebelah utara Irak dan sebelah timur laut Suriah. (Wikipedia).

    Dalam pernyataan di sebuah surat kabar Amman Yordania, Gereja Kristen Syriac Orthodox membantah tuduhan bahwa Pokemon dan nama karakter lain berakar dalam bahasa Syriac kuno dan mempunyai makna menghina Islam. Para petinggi gereja mengaku terkejut dengan surat yang masuk yang menyebut bahwa Pokemon memuat ajakan Yahudi. (LA Times).

    Menurut Sheikh Muhammed Salih Al-Munajjid dari situs Tanya Jawab Islam Q&A, pengertian yang benar dari Pokemon adalah singkatan dari “Pocket monster”, yaitu binatang yang cukup kecil untuk bisa masuk saku.

    The correct view is that this is a name that comes from Japan. It is taken from the (English) words “Pocket monster” and means an animal that is small enough to fit in one’s pocket. “Pokemon” is an abbreviation of these two words. (Islam Q&A)

    Menurt kamus bahasa Inggris Oxford, Pokemon (Pronunciation: /ˈpōkiˌmän/) adalah sebuah video game yang menampilkan karakter kartun Jepang. Aslinya, Pokemon adalah nama video game Jepang dari kata "pocket monster".

    Di laman Reference, kata "Pokemon" dalam bahas Jepang berasal dari kata "Poketto" dan "Monsut" atau "Pocket Monsters" dalam bahasa Inggris. Wallahu a'lam. (www.risalahislam.com).*

    Jenis-Jenis Bacaan Takbir Idul Fitri

    Jenis-Jenis Bacaan Takbir Idul Fitri
    Macam-Macam Bacaan Takbir menjelang dan saat Idul Fitri & Idul Adha

    MENJELANG lebaran Idul Fitri dan Idul Adha, umat Islam disunahkan mengumandangkan takbir. Takbir adalah kalimah thayibah untuk mengagungkan Asma Allah dengan lafadz "Allahu Akbar" (Allah Mahabesar).

    Takbir adalah salah satu Amalan Sunah Saat Lebaran (Idul Fitri).

    Pengertian Takbir
    Pada dasarnya membaca takbir adalah sebagain dari dzikir (mengingat Allah SWT) karena dengan bertakbir seseorang ingat kepada keagungan atau kebesaran Allah Swt Sang Pencipta Alam.

    Takbir Idul Fitri/Idul Adha
    Pada malam menjelang lebaran, umat Islam biasa melakukan "takbiran" atau mengumandangkan takbir di masjid-masjid atau mushola secara bersama-sama.

    Hukum sunah takbir Idul Fitri & Idul Adha antara lain berlandaskan pada QS. Al-Baqarah:185: "Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah (takbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur."

    Takbir pada malam id, selain berdasarkan perintah Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah:185 di atas, juga dianjurkan Rasulullah Saw:

    "Hiasilah hari raya kalian dengan memperbanyak membaca takbir ".

    "Perbanyaklah membaca takbiran pada malam hari raya (fitri dan adha) karena hal dapat melebur dosa-dosa."

    Dalam kitab Fathul Qarib disebutkan: "Disunnahkan membaca takbir bagi lagi-laki dan perempuan, di rumah maupun di perjalanan, di mana saja, di jalanan, di masjid juga di pasar-pasar mulai dari terbenarmnya matahari malam idul fitri hingga Imam melakukan shalat id."

    Waktu takbirnya terutama sejak menuju lapangan untuk shalat Id hingga selesai shalat.

    Dari Ibnu Abi Dzi’bin dari Az-Zuhri, bahwa Nabi Saw keluar menuju lapangan pada Idul Fitri. Beliau Saw bertakbir hingga tiba di lapangan dan sampai selesai shalat. Setelah selesai shalat, beliau menghentikan takbir. (HR. Ibnu Abi Syaibah).


    Macam-Macam Takbir
    Lafadz atau bacaan takbir umumnya sebagai berikut:

    اللهُ اكبَرْ, اللهُ اكبَرْ اللهُ اكبَرْ لاالٰهَ اِلاالله وَاللهُ اَكبر, اللهُ اكبَرُوَِللهِ الحَمْد

    [Alloohu Akbar Alloohu Akbar Alloohu Akbar. Laa ilaaha illalloohu walloohu Akbar. Alloohu Akbar walillaahilhamdu]

    Artinya: Allah Mahabesar Allah Mahabesar Allah Mahabesar. Tidak ada Tuhan selain Allah dan Allah Mahabesar. Allah Mahabesar dan segala puji bagi-Nya.

    Lafadz takbir lainnya:

    الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، لاَ إِلهَ إِلاَّ الله ، وَ الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، و للهِ الحَمدُ

    Lafal takbir ini diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu. (H.r. Ibnu Abi Syaibah; dinilai sahih oleh Al-Albani)

    Kedua:

    الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، لاَ إِلهَ إِلاَّ الله ، وَ الله ُأَكبَرُ ، و للهِ الحَمدُ

    Lafal ini juga diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu. (H.r. Ibnu Abi Syaibah)

    Ketiga:

    الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، و للهِ الحَمدُ ، الله ُأَكبَرُ و أَجَلُّ ، الله ُأَكبَرُ عَلَى مَا هَدَانَا

    Takbir ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu. (H.r. Al Baihaqi, dalam As-Sunan Al-Kubra; dinilai sahih oleh Al-Albani)

    Keempat: 

    الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ ، الله ُأَكبَرُ  كَبِيراً

    Lafal ini diriwayatkan dari Salman Al-Farisi radhiallahu ‘anhu. (H.r. Abdur Razaq; sanadnya dinilai sahih oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar).


    Demikian jenis-jenis atau macam-macam takbir mengagungkan Asma Allah menjelang Idul Fitri dan Idul Adha.

    Dari keterangan di atas, perbedaannya pada panjang-pendek dan antara dua kali "Allahu Akbar" dan tiga kali "Allahu Akbar". Hakikatnya sama-sama sebagai dzikir mengagungkan Asma Allah SWT. (http://www.risalahislam.com).*

    VIDEO TAKBIR IDUL FITRI 1436 H. / 2017 M

     

    Sumber: nuonline, konsultasisyariah

    Hukum Shalat Jumat Ketika Idul Fitri Hari Jumat

    Hukum Shalat Jumat Ketika Idul Fitri Hari Jumat
    JIKA Idul Fitri bertepatan dengan hari Jumat, maka kaum Muslim yang melaksanakan shalat Id boleh tidak melaksanakan shalat Jumat dan menggantinya dengan sholat zhuhur biasa.

    Demikian kesimpulan dan pendapat jumhur ulama tentang hukum sholat Jumat jika hari raya, Idul Fitri dan Idul Adha, bertepatan dengan hari Jumat. 

    Dalam sejumlah hadits shahih disebutkan, jika Idul Fitri/Adha terjadi hari Jumat, maka umat Islam yang sudah shalat Id boleh tidak shalat Jumat dan boleh juga tetap shalat Jumat. Yang tidak shalat jumat, harus menggantinya dengan shalat zhuhur.

    “Pada hari ini terkumpul dua hari raya (jumat dan id). Siapa yang ingin shalat hari raya, boleh baginya untuk tidak jumatan. Namun kami tetap melaksanakan jumatan.” (HR. Abu Daud, Ibn Majah, Ibnul Jarud, Baihaqi, dan Hakim).

    Dari Zayd bin Arqam r,a, bahwa dia berkata :

    صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ فَقَالَ مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ

    “Nabi SAW melaksanakan shalat Ied (pada suatu hari Jumat) kemudian beliau memberikan rukhshah (kemudahan/keringanan) dalam shalat Jumat. Kemudian Nabi berkata,’Barangsiapa yang berkehendak (shalat Jumat), hendaklah dia shalat.” (HR. Al Khamsah, kecuali At Tirmidzi. Hadits ini menurut Ibnu Khuzaimah, shahih).

    Diriwayatkan dari Abu Hurayrah ra bahwa Nabi Saw bersabda :

    قَدْ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنْ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ

    “Sungguh telah berkumpul pada hari kalian ini dua hari raya. Maka barangsiapa berkehendak (shalat hari raya), cukuplah baginya shalat hari raya itu, tak perlu shalat Jumat lagi. Dan sesungguhnya kami akan mengerjakan Jumat.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al Hakim)

    KESIMPULAN
    Umat Islam yang sudah shalat Id, boleh tidak melaksanakan shalat Jumat dan hanya shalat Zhuhur. Ini merupakan keringanan (rukhshah) dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Rasulullah Saw sendiri tetap mengerjakan shalat Jumat, jika lebaran bertepatan dengan hari Jumat. Wallahu a'lam bish-shawabi. Dari berbagai sumber. (http://www.risalahislam.com).*

    Contoh & Inspirasi Spanduk Sholat Idul Fitri 1436 H - 2017 M

    Idul Fitri 1436 H - 2017 M
    Download Contoh Desain Spanduk Pengumuman/Informasi Sholat Idul Fitri 1436 H - 2017 M untuk Inspirasi Panitia/DKM.

    PIHAK DKM atau Panitia Shalat Idul Fitri ataupun Idul Adha biasanya membuat dan memasang spanduk yang berisi ajakan sekaligus informasi waktu, tempat, dan imam/khotib Shalat Id, termasuk menjelang Idul Fitri 1436 H / 2017 M.

    Namun, untuk Idul Fitri tahun ini, sebagaimana sering terjadi di tahun-tahun sebelumnya, pihak DKM menunggu kepastian tanggal 1 Syawal atau hari H Lebaran dari hasil sidang isbat Kementerian Agama bersama MUI dan ormas Islam. Pasalnya, tahun ini kemungkinan idul fitri berbeda.

    Muhammadiyah sudah menentukan Idul  Fitri 1 Syawal 1436 H jatuh pada hari Jumat 17 Juli 2017. Demikian pula NU dalam kalendernya. Ormas Persatuan Islam (Persis) menetapkan Sabtu 18 Juli 2017. Pemerintah kemungkinan menetapkan Sabtu 18 Juli, menggenapkan puasa menjadi 30 hari, dikarenakan kabarnya hilal tidak akan terlihat (rukyat) karena berada di bawah 3 derajat.

    Terlepas dari kapan masjid atau panitia Shalat Id di wilayah Anda menentukan hari Shalat Id atau lebaran, berikut ini beberapa Contoh Spanduk Sholat Idul Fitri 1436 H - 2017 M yang keren dan unik sebagai inspirasi bagi panitia untuk membuatnya.

    Contoh & Inspirasi Spanduk Sholat Idul Fitri 1436 H - 2017 M ini diambil dari Google Search dengan kata kunci Contoh Spanduk Shalat Idul Fitri. Semoga bermanfaat.

    contoh spanduk shalat idul fitri

    contoh spanduk shalat idul fitri

    contoh spanduk shalat idul fitri

    contoh spanduk shalat idul fitri

    contoh spanduk shalat idul fitri

    contoh spanduk shalat idul fitri

    contoh spanduk shalat idul fitri

    contoh spanduk shalat idul fitri

    contoh spanduk shalat idul fitri

    contoh spanduk shalat idul fitri

    Demikian contoh-contoh desain atau tampilan Spanduk Pengumuman Shalat Idul Fitri yang bisa menjadi inspirasi. Wasalam. (http://www.risalahislam.com).*

    Pengertian Hilal, Rukyat, Hisab, dan Isbat Idul Fitri

    Pengertian Hilal, Rukyat, Hisab, dan Isbat Idul Fitri
    Pengertian Hilal, Rukyat, Hisab, Isbat, dan Kepastian Idul Fitri 1 Syawal 1436 H / 2017

    HILAL menjadi "sesuatu" yang diburu setiap kali umat Islam akan menetapkan hari raya lebaran atau Idul Fitri. Hilal menjadi favorit karena dicari-cari di berbagai tempat. Dialah penentu kapan Idul Fitri.

    Hilal pula penentu awal Ramadhan dan awal bulan Hijriyah lain. Hilal pun menjadi sumber perbedaan antara Muhamadiyah, NU, dan ormas Islam lain dalam menetapkan awal dan akhir Ramadhan.

    Hilal sebagai penentu awal dan akhir Ramadhan disebutkan dalam hadits shahih:

    إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا

    Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Jika kalian melihatnya lagi, maka berhari rayalah. ” (HR. Bukhari & Muslim).



    وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا [ قَالَ ]: سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ: إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ


    Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Jika kalian melihatnya lagi, maka berhari rayalah. Jika hilal tertutup, maka genapkanlah (bulan Sya’ban menjadi 30 hari).” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari dan Muslim).

    Apa sebenarnya hilal? Kenapa hilal suka diikuti istilah lain --Rukyat dan Hisab? Apa pengertian Hilal, Hisab, Rukyat, dan Sidang Itsbat?

    PENGERTIAN HILAL

    Hilal adalah bulan sabit muda pertama yang dapat dilihat setelah terjadinya konjungsi (ijtimak, bulan baru) pada arah dekat matahari terbenam yang menjadi acuan permulaan bulan dalam kalender Qomariyah atau Hijriah (kalender Islam). 

    Biasanya hilal diamati pada hari ke-29 dari bulan Islam untuk menentukan apakah hari berikutnya sudah terjadi pergantian bulan atau belum. Hilal juga merupakan bagian dari fase - fase bulan.

    Hilal merupakan fenomena tampakan Bulan yang dilihat dari Bumi setelah ijtimak atau konjungsi. Perbedaan tempat dan waktu di Bumi mempengaruhi tampakan hilal. Hilal sangat redup dibandingkan dengan cahaya Matahari atau mega senja. Dengan demikian hilal ini baru dapat diamati sesaat setelah Matahari terbenam.

    Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tampakan hilal. Hal ini menyangkut kriteria visibilitas hilal. Kedudukan Bumi, Bulan, dan Matahari memungkinkan tinggi dan azimut Bulan dapat dihitung saat Matahari terbenam. Demikian halnya dengan beda tinggi dan jarak sudut antara Bulan dan Matahari. Tidak kalah pentingnya adalah faktor atmosfer dan kondisi pengamat yang ikut menentukan kualitas tampakan hilal.

    PENGERTIAN RUKYAT

    Rukyat adalah melihat dengan mata kepala atau dengan pandangan mata, yaitu metode melihat hilal dengan cara melihat langsung dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop.
    Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi). 

    Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. 

    Rukyat dilakukan setelah Matahari terbenam. Hilal hanya tampak setelah Matahari terbenam (maghrib), karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibanding dengan cahaya Matahari, serta ukurannya sangat tipis. 

    Apabila hilal terlihat, maka pada petang (maghrib) waktu setempat telah memasuki bulan (kalender) baru Hijriyah. Apabila hilal tidak terlihat maka awal bulan ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya.

    Dalam kalender Hijriyah, sebuah hari diawali sejak terbenamnya matahari waktu setempat (waktu Magrib), bukan saat tengah malam. 

    Penentuan awal bulan (kalender) tergantung pada penampakan (visibilitas) bulan. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29 atau 30 hari.

    Namun, tidak selamanya hilal dapat terlihat. Jika selang waktu antara ijtimak dengan terbenamnya Matahari terlalu pendek, maka secara ilmiah/teori hilal mustahil terlihat, karena iluminasi cahaya Bulan masih terlalu suram dibandingkan dengan "cahaya langit" sekitarnya. 

    PENGERTIAN HISAB

    Hisab adalah metode perhitungan matematik astronomi untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah.

    'Hisab secara harfiah 'perhitungan. Dalam dunia Islam, istilah hisab sering digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi Matahari dan bulan terhadap bumi. 

    Posisi Matahari menjadi penting karena menjadi patokan umat Islam dalam menentukan masuknya waktu salat. Sementara posisi bulan diperkirakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender Hijriyah. 

    Hal ini penting terutama untuk menentukan awal Ramadhan saat muslim mulai berpuasa, awal Syawal (Idul Fithri), serta awal Dzulhijjah saat jamaah haji wukuf di Arafah (9 Dzulhijjah) dan Idul Adha (10 Dzulhijjah).

    Dalam Al-Qur'an surat Yunus (10) ayat 5 dikatakan bahwa Allah memang sengaja menjadikan Matahari dan bulan sebagai alat menghitung tahun dan perhitungan lainnya. Dalam Surat Ar-Rahman (55) ayat 5 disebutkan bahwa Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.

    Karena ibadah-ibadah dalam Islam terkait langsung dengan posisi benda-benda langit (khususnya Matahari dan bulan) maka sejak awal peradaban Islam menaruh perhatian besar terhadap astronomi. Astronom muslim ternama yang telah mengembangkan metode hisab modern adalah Al Biruni (973-1048 M), Ibnu Tariq, Al Khawarizmi, Al Batani, dan Habash.

    Dewasa ini, metode hisab telah menggunakan komputer dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi. Berbagai perangkat lunak (software) yang praktis juga telah ada. Hisab seringkali digunakan sebelum rukyat dilakukan. 

    Salah satu hasil hisab adalah penentuan kapan ijtimak terjadi, yaitu saat Matahari, bulan, dan bumi berada dalam posisi sebidang atau disebut pula konjungsi geosentris. Konjungsi geosentris terjadi pada saat matahari dan bulan berada di posisi bujur langit yang sama jika diamati dari bumi. Ijtimak terjadi 29,531 hari sekali, atau disebut pula satu periode sinodik.

    PENGERTIAN ISBAT

    Kepastian Idul Fitri di Indonesia ditetapkan melalu sebuah "rapat" para ulama dan tokoh ormas Islam yang dikenal dengan nama idang Isbat (Itsbat).

    Secara harfiah, isbat artinya penyungguhan, penetapan, dan penentuan. Sidang Isbat adalah sidang penetapan dalil syar'i di hadapan hakim dalam suatu majelis untuk menetapkan suatu kebenaran atau peristiwa yang terjadi

    Lalu, kapan pastinya Idul Fitri 1436 H / 2017 M? 
    Kepastian akan ditentukan oleh pemerintah melalui Kementerian Agama RI setelah melakukan Sidang Isbat Kamis 16 Juli 2017.

    Kamis 16 Juli 2017 sore pula yang merupakan hari resmi pelaksanaan rukyatul hilal untuk menentukan awal bulan Syawal 1436 Hijriyah karena hari itu bertepatan tanggal 29 Ramadhan 1436 H sesuai penetapan awal bulan Ramadhan sebelumnya oleh pemerintah. 

    Data Hilal pada hari tersebut dari Markas Nasional POB Pelabuhanratu, Sukabumi ditunjukkan sebagai berikut:

    Ijtimak/konjungsi Bulan-Matahari terjadi pada Kamis, 16 Juli 2017 jam 08:26 WIB, Matahari terbenam pada pukul 17:52 WIB, dengan posisi hilal 3°12' di atas ufuk hakiki. 

    Pada kondisi ini secara sains hilal memang tidak mungkin bisa dirukyat, namun demikian mekanisme sidang isbat biasanya akan menerima kesaksian rukyat sejauh saksi bersangkutan mengaku melihat dan sudah disumpah.

    Demikian Pengertian Hilal, Rukyat, Hisab, dan Isbat Idul Fitri untuk kita pahami. Semoga bermanfaat. Wasalam. (http://www.risalahislam.com).*

    Sumber:
    http://rukyatulhilal.org/index.php/proyek-hilal/data-visibilitas-hilal/167-visibilitas-hilal-syawal-1436-h.html
    https://id.wikipedia.org/wiki/Hilal
    https://id.wikipedia.org/wiki/Hisab_dan_rukyat
    http://bosscha.itb.ac.id/en/component/content/article/46-pengertian-hilal.html
    http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/metode-hisab-wujudul-hilal-dan-imkanur-ruyah.html

    Pengertian & Penulisan Minal 'Aidin wal Faizin yang Benar

    Pengertian Minal 'Aidin wal Faizin
    Makna, Arti, Pengertian & Penulisan Minal 'Aidin wal Faizin yang Sebenarnya.
     
    TANYA: Assalamu'alaikum. Kalo lebaran kita suka mengucapkan kata Minal 'Aidin wal Faizin. Apa artinya? Apakah artinya "Mohon maaf lahir dan batin"? Bagaimana cara menulisnya yang benar? Terima kasih...

    JAWAB: Wa'alaikum salam wr wb. Ungkapan minal ‘aidin walfaizin ( من العاءدين و الفاءيزين ) memang biasa dirangkai dengan ucapan “mohon maaf lahir dan batin”, seolah-olah ungkapan minal aidin wal faizin mengandung arti “mohon maaf lahir dan batin” padahal bukan itu artinya.

    Ungkapan minal ‘aidin wal faizin mengandung dua kata pokok, yaitu kata ‘aidin dan kata al-faizin.  
    1. ‘Aidin artinya “orang yang kembali”. Bentuk dasarnya adalah ‘id yang artinya kembali. 
    2. Al-Faizin artinya “orang-orang yang beruntung”, dari kata faza yang artinya keberuntungan atau kemenangan.

    Menurut sebuah riwayat, ungkapan minal ‘aidin wal faizin diucapkan oleh para sahabat Nabi Muhammad Saw sekembalinya dari Perang Badar.

    Pengertian Minal 'Aidin wal Faizin
    Ungkapan itu diucapkan sebagai luapan bahagia sepulangnya dari medan perang seraya membawa keberuntungan karena dapat menjadi pemenang dalam peperangan itu.

    Lengkapnya, ungkapan itu adalah sebuah doa: Allahumaj ’alna minal ’adin wal faizin, ”Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang kembali dan orang-orang yang menang”. Maka, sambutlah dengan ucapan ”Amin” atau "Taqobbal Ya Karim" jika seseorang menyalami kita sambil mengucapkan kalimat tersebut.

    Kesimpulan
    Ungkapan Minal 'Aidin wal Faizin artinya "Ya Allah, jadikanlah kami golongan orang-orang yang kembali dan menang".

    Perhatkan pula cara penulisannya yang benar: Minal 'Aidin wal Faizin. Wallahu a'lam bish-shawabi. (http://www.risalahislam.com).*

    Hukum Shalat Idul Fitri Tanggal 2 Syawal

    shalat idul fitri
    Bagaimana hukumnya, lebaran ikut hari Jumat, tapi Shalat Id hari Sabtu. Boleh?
     
    TANYA: Hari Idul Fitri 1 Syawal sering berbeda antara NU, Muhammadiyah, dan Pemerintah. Jelas, hal ini membuat umat Islam bingung! Tahun 2017 ini misalnya, Muhammadiyah menetapkan lebaran Jumat 17 Juli 2017. NU kemungkinan Sabtu 18 Juli. Pemerintah biasanya ngikut NU.

    Nah, jika kita lebaran ikut Muhammadiyah (17/7), namun karena tidak ada tempat shalat idul fitri yang dekat, kita shalat Id-nya ikut NU (18/7) alias tanggal 2 Syawal menurut perhitungan kalender ormas Muhammadiyah, bagainama hukumnya?

    JAWAB: Dalam keadaan atau kondisi darurat, dibolehkan shalat idul fitri di hari kedua lebaran atau tanggal 2 Syawal. Jadi, dibolehkan karena kondisinya darurat.

    Hal itu merujuk pada kasus masa Nabi Saw, ketika diketahui 1 Syawal belakangan.

    عَنْ أَبِي عُمَيْرِ بْنِ أَنَس عَنْ عُمُومَةٍ لَهُ مِنَ اَلصَّحَابَةِ  أَنَّ رَكْبًا جَاءُوا فَشَهِدُوا أَنَّهُمْ رَأَوُا الْهِلَالَ بِالْأَمْسِ فَأَمَرَهُمْ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُفْطِرُوا  وَإِذَا أَصْبَحُوا يَغْدُوا إِلَى مُصَلَّاهُمْ

    "Dari Abu Umairah Ibnu Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu dari paman-pamannya di kalangan shahabat bahwa suatu kafilah telah datang, lalu mereka bersaksi bahwa kemarin mereka telah melihat hilal (bulan sabit tanggal satu), maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan mereka agar berbuka dan esoknya menuju tempat sholat mereka"  [HR. Ahmad dan Abu Dawud]

    Hadits di atas menerangkan akan keterlambatan informasinya datangnya awal Syawal. Hal itu baru diketahui oleh Rosulullah Saw keesokan harinya, setelah matahari zawal melalui rombongan musafir yang baru tiba di kota Madinah.

    Karena tidak memungkin shalat Idul Fitri ditunaikan di siang hari pada saat itu, maka beliau Saw mengundurkan keesokan harinya, sementara puasanya dibatalkan hari itu.

    Syaikh Abu Malik berpendapat, ketidaktahuan akan datangnya waktu id kecuali setelah matahari zawal adalah bagian dari udzur sehingga sholat id bisa ditunaikan pada hari kedua.

    Imam Shon’ani berkata : Hadits di atas merupakan dalil bahwa sholat id bisa ditunaikan pada hari kedua karena berita datangnya awal syawal diketahui setelah keluarnya waktu sholat.

    Sholat Id bisa juga ditunaikan tanggal 2 Syawal bila terjadi perbedaan pendapat tentang awal syawal yang sering terjadi di Indonesia.

    Bila kita meyakini bahwa sholat id jatuh hari Kamis, sementara tidak ada yang melaksanakan pada hari Kamis di daerah tempat tinggal kita, maka sholat bisa kita tunaikan pada hari Jumat. Atau demi kebersamaan dan menjaga persatuan, bisa saja kita melaksanakan pada hari Jumat. Wallahu a'lam bish-shawabi. (http://www.risalahislam.com).*

    Sumber/Rujukan: Shohih Fiqh Sunnah. Syaikh Abu Malik Kamal Sayyid 1/600 & Subulussalam, Imam Shon’ani 2/64.

    Lebaran Ala Rasul: Santuni Anak Yatim

    Lebaran Ala Rasul
    Kisah Rasulullah Saw dan Anak Yatim di Hari Idul Fitri.
     
    KISAH ini terjadi di Madinah, pada suatu pagi Hari Raya Idul Fitri. Rasulullah Saw, seperti biasa tiap hari lebaran, mengunjungi rumah demi rumah untuk mendoakan kaum Muslim agar merasa bahagia pada hari raya itu.

    Semua terlihat merasa gembira dan bahagia, terutama anak-anak. Mereka bermain sambil berlari-lari ke sana ke mari dengan mengenakan pakaian hari rayanya.

    Namun, tiba-tiba Rasulullah Saw melihat di sebuah sudut ada seorang gadis kecil sedang duduk bersedih. Ia memakai pakaian tambal-tambal dan sepatu yang telah usang.

    Rasulullah pun bergegas menghampirinya. Gadis kecil itu menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya, lalu menangis tersedu-sedu.

    Rasul kemudian meletakkan tangannya dengan penuh kasih sayang di atas kepala gadis kecil tersebut, lalu bertanya dengan suaranya yang lembut: “Anakku, mengapa kamu menangis? Hari ini adalah hari raya bukan?”

    Gadis kecil itu terkejut. Tanpa berani mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang bertanya, perlahan-lahan ia menjawab sambil bercerita:

    “Pada hari raya yang suci ini semua anak menginginkan agar dapat merayakannya bersama orang tuanya dengan berbahagia. Anak-anak bermain dengan riang gembira. Aku lalu teringat pada ayahku, itu sebabnya aku menangis. Ketika itu hari raya terakhir bersamanya. Ia membelikanku sebuah gaun berwarna hijau dan sepatu baru. Waktu itu aku sangat bahagia. Lalu suatu hari ayahku pergi berperang bersama Rasulullah saw. Ia bertarung bersama Rasulullah saw bahu-membahu dan kemudian ia meninggal. Sekarang ayahku tidak ada lagi. Aku telah menjadi seorang anak yatim. Jika aku tidak menangis untuknya, lalu siapa lagi?”

    Setelah Rasulullah mendengar cerita itu, seketika hatinya diliputi kesedihan yang mendalam. Dengan penuh kasih sayang ia membelai kepala gadis kecil itu sambil berkata:

    “Anakku, hapuslah air matamu… Angkatlah kepalamu dan dengarkan apa yang akan kukatakan kepadamu…. Apakah kamu ingin agar aku menjadi ayahmu? …. Dan apakah kamu juga ingin agar Fatimah menjadi kakak perempuanmu…. dan Aisyah menjadi ibumu…. Bagaimana pendapatmu tentang usul dariku ini?”

    Begitu mendengar kata-kata itu, gadis kecil itu langsung berhenti menangis. Ia memandang dengan penuh takjub orang yang berada tepat di hadapannya. Masya Allah! Benar, ia adalah Rasulullah Saw, orang tempat ia baru saja mencurahkan kesedihannya dan menumpahkan segala gundah di hatinya.

    Gadis yatim kecil itu sangat tertarik pada tawaran Rasulullah , namun entah mengapa ia tidak bisa berkata sepatah kata pun. Ia hanya dapat menganggukkan kepalanya perlahan sebagai tanda persetujuannya.

    Gadis yatim kecil itu lalu bergandengan tangan dengan Rasulullah Saw menuju ke rumah. Hatinya begitu diliputi kebahagiaan yang sulit untuk dilukiskan, karena ia diperbolehkan menggenggam tangan Rasulullah yang lembut itu.

    Sesampainya di rumah Rasulullah, wajah dan kedua tangan gadis kecil itu lalu dibersihkan dan rambutnya disisir oleh beliau. Semua memperlakukannya dengan penuh kasih sayang.

    Gadis kecil itu lalu dipakaikan gaun yang indah dan diberikan makanan, juga uang saku untuk hari raya. Lalu ia diantar keluar, agar dapat bermain bersama anak-anak lainnya.

    Anak-anak lain merasa iri pada gadis kecil dengan gaun yang indah dan wajah yang berseri-seri itu. Mereka merasa keheranan, lalu bertanya: “Gadis kecil, apa yang telah terjadi? Mengapa kamu terlihat sangat gembira?”

    Sambil menunjukkan gaun baru dan uang sakunya gadis kecil itu menjawab:
    “Akhirnya aku memiliki seorang ayah! Di dunia ini, tidak ada yang bisa menandinginya! Siapa yang tidak bahagia memiliki seorang ayah seperti Rasulullah? Aku juga kini memiliki seorang ibu, namanya Aisyah, yang hatinya begitu mulia. Juga seorang kakak perempuan, namanya Fatimah. Ia menyisir rambutku dan mengenakanku gaun yang indah ini. Aku merasa sangat bahagia, dan ingin rasanya aku memeluk seluruh dunia beserta isinya.”

    Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang memakaikan seorang anak pakaian yang indah dan mendandaninya pada hari raya, maka Allah SWT akan mendandani/menghiasinya pada hari Kiamat. Allah SWT mencintai terutama setiap rumah, yang di dalamnya memelihara anak yatim dan banyak membagi-bagikan hadiah. Barangsiapa yang memelihara anak yatim dan melindunginya, maka ia akan bersamaku di surga.“

    Ibrah
    Kisah di atas mengajarkan kepada kita agar mencintai dan menyantuni anak yatim miskin, terutama saat lebaran. Rasul juga mengajarkan agar kita menebar dan berbagi kebahagaiaan dengan orang lain. Semoga kita dapat melakukannya. Amin...! (http://www.risalahislam.com).*


    --- Judul Asli “Wie der Prophet ein waises Maedchen zum Fest gluecklich machte”, diterjemahkan dari buku “Ich erlerne meine Religion: Die fuenf Saeulen des Islam“, Asim dan Muerside Uysal, terjemahan dalam bahasa Jerman oleh Marianne Zaric, Istanbul.